Thursday, February 19, 2009
KUTU LONCAT, terjatuh dalam lobang?
Tidak tahu kenapa, mungkin benar juga apa yang di katakanya. Karena keseringanya aku gonta –ganti kerja. Memang sich kalo di pikir rugi juga kalo harus begitu, apalagi kerjaannku berhubungan dengan orang-orang penting. Kalo misalnya satu kerjaan ngak kelar trus pindah ke kerjaan yang lain, wah….. bisa di bilang ngak punya intergritas nich… makanya sekarang ini aku mulai berfikir untuk tidak asal ambil job, takutnya ketika aku loncat…. eh.. jatuh dalam lubang yang dulu ku buat. Ya ngak sich….
PENDETA JUGA BUTUH RELAKS, kali !!!!
“Maaf Pak Pendeta, bisa kah saya minta tolong untuk datang kerumah saya sekarang,” suara dari telephone itu terputus-putus dan gemetar.
“Iya buk, saya akan kesana sekarang.” Jawab seorang Pendeta yang segera bangun dari tempat tidurnya.
Tepat jam dinding menunjukan pukul satu tengah malam, udara di luar begitu dingin dan jalan beraspal begitu sepi tanpa suara roda yang berputar. Malam ini dengan penuh semangat pengabdian sang pendeta melangkah ke arah rumah yang berjarak kurang lebih 200 meter dari rumahnya. Dengan berjalan yang sedikit tergesa-gesa, sang pendeta memakai jaket kulitnya yang sudah lumayan usang. Di daerah ini, banyak orang yang memeluk agama Kristen dan membuat sang pendeta begitu gigih melayani jemaatnya yang terkasih.
Sesampainya di rumah yang dituju, Sang Pendeta menemukan seorang Ibu muda sedang duduk menangis di samping seorang anak yang terbaring karena sakit keras. Dengan penuh kasih sang pendeta duduk disamping sang anak dan mendoakan sang anak untuk kesembuhhanya.
Sebelum melanglah pulang malam itu, sang ibu menanyakan obat apa yang bisa membuat sang anak sembuh. dan sang pendeta hanya memberikan jawaban sesuai pengetahuannya,- BERDOA SAJA, ya bu!!!.
Ketika pagi menjelang, sang pendeta mendapat kabar bahwa salah satu pemuda gerejanya mengalami kecelakanan dan mengharapkan kedatanganya segera ke rumah sakit. Dengan penuh semangat sang pendeta pun mengambil sepeda motornya dan segera menuju rumah sakit. Belum hilang rasa capeknya karena pelayanan semalam, ia melangkah yakin ke rumah sakit itu. Sesampainya di rumah sakit sang Pendeta segera menemui sang pemuda dan melihat keadaanya, tidak lupa ia pun berdoa untuk kesembuhanya.
Setelah selsai mendoakan tiba-tiba handphone sang pendeta berdering. Dilayar hanphone itu tertulis
Bapak Ronal calling…
Dengan segera sang pedeta menjawab telfonnya.
“ya… Pak Ronal, apa yang bisa saya Bantu..?” Tanya sang pendeta.
“begini pak… sekarang bisnis saya sedang mengalami kerugian bisakah saya sharing dengan bapak sekarang?” Tanya Pak Ronald.
“Ya.. boleh sekarang saya akan ke Geraja, bapak tunggu disana.” Kata sang pendeta.
Tugas di rumah sakit usai dan kini ia akan ke gereja untuk sharing dengan pak Ronald. Sepeda motor yang menemaninya kamana-mana siap melaju di jalan raya. Rasa capek belum juga hilang dari sekujur tubuhnya namun panggilan pelayan memanggilnya. Dan ia WAJIB melayani.
Sesampai di gedung Gereja sang pendeta mendapati bapak Ronal sudah duduk di ruang konseling. Dan setelah bertegr sapa, mulailah perbincangan tentang kerohanian melingkupi dan sampai akhirnya masuk dalam masalah bisnis.
Penuh kesadaran bahwa Pak Ronald menginginkan jwaban dan dukungan serta soludi untuk masalah bisnisnya, dan kini tugas seorang berpindah dari PELAYAN GEREJA menjadi PE-BISNIS, dari KEROHANIAN menjadi KEUNTUNGAN. Namun sayang sang jemaat tidak memahami akan hal itu, dan hanya menginginkan jwaban yang memuaskan.
Sore menjelang, tiba-tiba saja pintu rumahnya di ketuk seseorang. Dan tampak jelas ia sadalah salah satu jemaat di Gerejanya.
“Ya…. Bu, ada yang bisa saya bantu.” Tanya sang pendeta.
“Begini pak, sekarang ini saya ada masalah dengan suami saya……….” Sang ibu itu bercerita mengenai masalahnya sampi seakar-akarnya. Dan meminta sang pendeta untuk tidak menyebarkannya.
Kini tugas lain seoarng Pendeta adalah mendengar jeritan para warganya, dan menyimpanya sampai membusuk di telan waktu. Seakan menjadi tempat sampah bagi jemaat nya, sang pendeta tetap bersyukur.
Ini adalah salah satu contoh kesibukan seorang pendeta yang melayani Jemaatnya namun tidak mempunayi waktu untuk keluarga dan kehidupan pribadinya. Kita menaydri betapa beratnya menjadi seorang Pendeta,- harus menjadi panutan, menjadi penasehat, menajdi dokter, guru, bahkan pembantu-. Aku sendiri cukup terkejut ketika membayangkan pelayanan seperti itu. Jemaat hanya menuntut pelayanan yang memuaskan dari pendeta meraka dan tidak menghiraukan akan kesejahtraan sang Pendeta.
Kita tahu bahwa manusia memiliki kehidupan pribadi yang harus di penuhi, dan itu mungkin bagi seorang pendeta karena tntutan para Jemaat. Namun kadang kala ada juga yang mengatakan bahwa sang pendeta hanya malas-malasan melayani, ada pula yang menghujat akan pelayanannya, namun ada pula yang mengatakan PENDETA TIDAK BERMUTU, sungguh merupakan pukulan terhebat ketika kita berani mengatakan seperti itu.
Ada kisah lain dalam suatu gereja yang tdiak megijinkan pendetanya untuk mengikuti seminar atau acara-acara pengembangan diri, padahal kalo di pikir-pikir itu adalah hal yang membangun bagi sang pendeta. Namun saying dengan alas an “Gereja lebih membutuhkan” maka sang pendeta pun terkurung dalam Megahnya gedung gereja seperti ayam dalam kurungan.
Jadi sekarang yang menjadi pergumulan kita dalah “Apakah kita sebagai jemaat sudah memberi ruang bagi pendeta untuk mengembangkan diri? Atau malah mengikatnya erat dan tidak dilepasakan?. Yakinlah bahwa PENDETA pun butuh relaksasi, tidak selalu terkurung dalam sampah para jemaat.
Sunday, November 30, 2008
FPI = SUCKS
Sejak berdirinya, berita di TV sudah mencatatat begitu banyak hal yang kelmpok ini lakukan, sebagai contohnya saja, pada tahun-tahun belakang ini, kelomopok ini membantu para polisi menutup dan MERUSAK tempat-tempat hiburan malam, sampai kejadian yang menggoncangkan terjadi saaat INSIDEN MONAS beberapa bulan lalu.
Dan semuannya itu diatas namakan ajaran AGAMA. Sungguh tragis memang melihat adegan pemukulan dan penganiayaan yang dilakukan kelompok ini, namun apaun yang mereka lakukan adalah asas dari suatu AGAMA!!
Dalam perjalanan ke kampus minggu lalu, tiba-tiba saja, saya dikejutkan dengan sebuah tulisan di dinding sebuah gedung olahraga di PATI. Tulisan itu cukup jelas dan membuat saya tercengang. FPI = SUCK, apakah ini sebuah pujian atau sebuah hinaan bagi kelompok pembela ini atau apa….., namun tulisan ini jelas terpampang di daerah yang berbasis Islam!!!.
Monday, November 17, 2008
Sunday, October 19, 2008
Pendamai!!!
“Anda bekerja di NGO apa?” tanya seorang lalaki bertubuh tinggi dan berkulit khas orang bule.
“The Frontiers dari korea,” jawabku.
“NGO bergerak di bidang apa itu?’ tanyanya lagi.
“Emm…. bergerak di bidang konflik, ya seperti peace building seperti itu.” jawabku lagi.
“Wahh berarti anda seorang Pendamai donk?” ujar lelaki itu.
Pertannyaan terakhir tidak sempat ku jawab karena saat itu saya harus mengambil passport di imigrasi. Namun saya masih ingat jelas akan kata terakhir lelaki itu “Pendamai???” -berat-.
Dalam benakku aku berfikir apa aku sudah jadi pendamai atau malah pembawa masalah?,-tidak diketahui-
Sejauh ini, aku menikmati pelayananku di Timor Leste, tapi karena teringat akan kejadian singakat diatas, saya befikir apakah saya sudah jadi pendamai?
Sekarang ini hati saya bergejolak mengenai kata-kata itu, aku teringat semua kejadian yang terjadi dalam satu tahun terakhir ini. Saya memulai pemikiran bahwa damai adalah sesuatu yang tercipta dari dalam hati dan keluar melalui tidakan dan tutur kata. Konsep inilah yang saya jalani dalam melayani disini, dan satu hal lagi, ketika kita mau jadi “Pendamai” sudah seharusanya dalam diri kita memiliki kedamaian itu.
bagaimana mungkin orang yang tidak damai dapat mendamaikan orang?
-sia-sia-.
Jadi sekarang, sudah sepantasnya kita berfikir ketika kita mengatakan “Pedamai” maka itu berarti kita memiliki damai itu dalam hati. Betul???