Sunday, October 19, 2008

Pendamai!!!

Pendamai, Are you sure ?.



“Anda bekerja di NGO apa?” tanya seorang lalaki bertubuh tinggi dan berkulit khas orang bule.
“The Frontiers dari korea,” jawabku.
“NGO bergerak di bidang apa itu?’ tanyanya lagi.
“Emm…. bergerak di bidang konflik, ya seperti peace building seperti itu.” jawabku lagi.
“Wahh berarti anda seorang Pendamai donk?” ujar lelaki itu.
Pertannyaan terakhir tidak sempat ku jawab karena saat itu saya harus mengambil passport di imigrasi. Namun saya masih ingat jelas akan kata terakhir lelaki itu “Pendamai???” -berat-.
Dalam benakku aku berfikir apa aku sudah jadi pendamai atau malah pembawa masalah?,-tidak diketahui-
Sejauh ini, aku menikmati pelayananku di Timor Leste, tapi karena teringat akan kejadian singakat diatas, saya befikir apakah saya sudah jadi pendamai?
Sekarang ini hati saya bergejolak mengenai kata-kata itu, aku teringat semua kejadian yang terjadi dalam satu tahun terakhir ini. Saya memulai pemikiran bahwa damai adalah sesuatu yang tercipta dari dalam hati dan keluar melalui tidakan dan tutur kata. Konsep inilah yang saya jalani dalam melayani disini, dan satu hal lagi, ketika kita mau jadi “Pendamai” sudah seharusanya dalam diri kita memiliki kedamaian itu.
bagaimana mungkin orang yang tidak damai dapat mendamaikan orang?
-sia-sia-.
Jadi sekarang, sudah sepantasnya kita berfikir ketika kita mengatakan “Pedamai” maka itu berarti kita memiliki damai itu dalam hati. Betul???

Sepenggal kisah

AKU BUKAN MALAIKAT!!
(Sebuah Cerita di Sudut Sebuah Kamar

Di ruangan bercat putih, dengan lantai berkeramik putih serta meja komputer di sudut sebelah kanan menorehkan sebuah cerita baru dalam lembar hidupku. Pembicaraanku dengan seorang sahabat karib malam itu membuka pikiran dan mataku untuk melihat seberapa jauh aku telah melangkah.
Aku duduk di kursi tepat di depan meja komputer yang baru saja aku gunakan, sambil menyilangkan kaki diatas kursi itu aku mendengar setiap kata yang keluar dari sahabatku itu.
Banyak hal yang kami perbicangkan malam itu, aku sendiri tidak mengerti aku bisa bertahan bercerita sampai berjam-jam dengannya.
“Ehh… Rangga, kalo mau minum ambil sendiri ya.” Ucapnya menawariku.
“Boleh dech, sebentar aku ambil minum dulu, mau tak ambilkan?” tanyaku.
“Ngak usah, biar aku ambil sendiri,…” Jawabnya
Aku bangkit seketika dari kursi dan melangkah keluar dari kamar bercat putih itu, melewati 2 kamar yang saling bersebelahan, dan akhirnya, aku sampai di dapur tepat disebalh kamar kedua yang aku lewati.
Aku mengambil gelas yang ada di rak dan menuangkan air dingin dari lemari es. Kuteguk air dingin itu dan kurasakan setiap rasa dingin yang menyusup masuk kedalam tubuhku, kesegaran yang ingin aku rasakan dalam hidup ini.
Aku mengerti beberapa hari terakhir ini ada begitu banyak masalah yang aku hadapi, begitu penat sampai akhirnya aku putuskan utuk bertemu dengan sahabatku ini. Ingin ku tuangkan setiap kesedihan hati dan kelukaan yang aku terima sampai hari ini hingga tiada lagi sisa luka yang menganga.
Sampai detik ini, sahabatku ini adalah tempatku untuk berbagi, aku tidak tahu lagi kemana aku harus pergi selain laki-laki yang kerap ku panggil Mas Andre itu.
Aku melangkah keluar dari dapur rumah ini, kembali aku melewati 2 kamar tidur dan akhirnya masuk lagi ke dalam kamar yang ku tempati semula.
Kuliat, mas Andre masih duduk diatas kasur empuk di dalam kamar ini. Dan aku kembali meletakkan pantatku di kursi di dekat meja komputer itu.
“Satu hal Dek, yang aku ingin kamu tahu, aku benar-benar berharap kamu bisa mencoba releks dengan masalah ini, aku tak ingin dirimu jatuh lagi dalam masalah yang sama,” kata Mas Andre padaku sesaat setelah aku duduk.
“Ya.. aku berharap masalah ini aku bisa tangani mas, jujur saja aku sudah capek sekali dengan ini semua.”
“iya.. aku tahu, masalah rumah, kuliah, keuangan yang kamu alami itu, aku yakin akan membuat mu lebih dewasa, dan sekarang aku sangat berharap, bahwa dirimu bisa lebih jeli dalam bertindak, ambil porsi atau kerjaan yang dirimu anggap yakin untuk di lakukan, dan satu hal lagi, dirimu bukan malaikat atau Tuhan yang bisa melakukan apa saja.” Jelasnya panjag lebar.
Sejenak pikiranku melayang jauh, memang benar aku bukan malaiakt yang bisa melakukan apa saja. Aku hanya ingin duduk diam sekarang, merasakan keteduhan dan kenyaman.
Aku berfikir bahawa selama ini aku terlalu “mengumbar” semua ide ku kepada semua orang, dan itu akan membuatku lelah sendiri.
“Dek, aku tahu kamu mempunyai ketulusan hati untuk membantu, tapi jika itu membuatmu terfosir dan seakan kamu bekerja sendiri maka aku yakin dirimu yang bakal lelah sendiri,”
“Tapi Mas, aku sungguh tidak mengerti bahwa …..” aku berhenti sejenak “aku sungguh tidak mengerti kenapa mereka menggunakan kebaikanku untuk kepentingan mereka, padahal mereka adalah orang yang berpendidikan”
“Dek..namanya juga politik, maka segala cara akan di gunakan, termasuk memanfaatkan seseorang, maka saranku cobalah berhati-hati dalam bertindak.” Ucapnya sambil menatapku dalam.
Aku sungguh bersyukur mempunyai teman sekaligus sahabat seperti dia. Aku merenung sejenak, mencoba memahami setiap rankaian kata yang ia ucapkan.
Aku tahu masalahku bukan hanya masalah keluarga, tapi juga msalah kuliah. Aku terkejut ketika aku tahu bahwa aku diperalat seseorang untuk kepentingan pribadinya. Aku sungguh tidak terima semua ini. Dalam Hati ku saat ini, aku kecewa dengan semua orang yang aku rasa baik dan menolongku, bahwa aku sempat kecewa dengan keluarga ku.
Aku capek
Aku lemah
Aku bosan
Dan
Aku ingin berlari
Tapi apa itu akan menolongku keluar dari masalah?
-aku tidak yakin-
Kini disudut ruang ini, aku hanya terpaku dengan gambaran masalah dalam hidupku.
Aku ingin sekali bersandar pada bahu sahabatku itu dan menangis dengan kejadian seperti ini.
Mungkin bagi kebanyakan orang, laki-laki tidak di ijinkan menangis, tapi buat ku tidak jadi soal.
Di kamar ini lah aku belajar akan arti sebuah masalah, dan makna dari setiap kejadian itu. Aku bersyukur bahwa aku di ijinkan belajar dari semuanya ini. Terutama pelajaran yang aku dapat dari seorang sahabat “bahawa aku bukan seorang malaikat”
Terima kasih buat semuanya, akan kulanjutkan sisa perjalanan hidupku ini dengan menggali lebih dalam akan makna “suatu kesempatan yang diberikan”

Rangga_08

Monday, October 6, 2008


Mau Kemana???

KENAPA AKU DISINI????

(sebuah cerita singkat seorang Rangga)


Entah kenapa pertanyaan ini muncul tiba-tiba saat aku duduk mendengarkan ceramah salah satu dosen di kampusku. Bermula dari sebuah perkatan, dosen tua yang mengajar di kampusku. Beliau bertanya kepadaku, seperti ini,

“Rangga… apa tujuanmu sekolah di sini?” Tanya dosen itu.

Jelas aku menjawab, “ya untuk belajar, Pak”

Seketika darah ku berpacu mengikuti setiap detak dalam dadaku. Otakku seakan di pacu dengan sekelumit pertanyaan dan jawaban yang aku anggap adalah tepat.

Selang beberapa detik aku memikirkan jawabanku. Disamping itu,aku mendengar jawabn dari temanku yang yakin akan masa depannya. Sebagian mereka menjawab, “Ya.. jadi pendeta, kan saya belajar untuk jadi pendeta” dan sebagian lagi mengatakan “Ahhh jadi guru lah Pak, wong saya jurusan oendidikan”. Aku tercengang mendengar itu semua, dalam benakku apakah mentang-mentang kuliah di teologia kita wajib jadi pendeta. Terus terang aku tidak meremehkan jawaban teman-temanku, tapi aku merasa bahwa masa depan kita ditentukan dari apa yang kita pelajari. Aku kagum saat ini dengan semua yang telah aku pelajari di kampus ku ini.

Dalam pikiranku, aku belum pernah ingin jadi seorang pendeta, bagiku itu adalah jalan panjang yang aku harus tempuh. Aku ingin menikmati perjalanan hidupku sebelum aku yakin, bahwa aku mengambil jalan yang akan menghantuiku sepanjang sisa hidupku.

Kini, aku semakin berfikir “untuk apa aku disini”, sebuah pertanyaan yang mungkin di jawab dengan kebohongan. Kebohongan agar kita merasa tenang dan tiak mau keluar dari ZONA AMAN PRIBADI KITA. Buku, pena dan Alkitab kini menjadi alatku untuk melangkah, entah sampai kapan aku tahu akhir dari pertanyaan ini, namun yang pasti “hidu adalah perjuangan dan setipa perjuangan itu membutuhkan pilihan dan setipa pilihan membutuhkan keyakinan untuk melangkah”


Sepenggal kisah di sudut ruangan kampus tercintaku___

Rangga Prayoga Aditama