Wednesday, July 2, 2008

Sebuah Mimpi


Diary, May 19, 2008


Aku terbangun pagi ini dengan suasana yang hambar, udara pagi yang seharusnya segar pagi ini terasa kotor. Ku buka selimut malamku dengan teriakan yang menyengat hati. Alam Timor Leste seakan tidak bersahaja. Aku terusik dengan orang-orang yang membuatku ingin sekali berontak.

Aku sadar di sini hanya satu tahun dan aku sadar bahwa “kemalangan” ini akan terbias dalam hitungan bulan.

Tapi apa aku yakin?
Entahlah………………….

Ku usap mataku dengan kegelisahan yang akan menemaniku sepanjang hari. Tapi aku yakin aku akan melewati semuanya ini, tinggal bagaimana aku harus mengkuti arus.

Aku teringat beberapa minggu yang lalu, aku mempunyai mimpi. Mimpi yang mungkin tidak sembarang orang miliki.

Dari sebuah e-mail yang aku dapat dari temanku, aku akan diundang ke Amerika lagi.

Jujur saja aku sangat sangat bahagia, emosiku mungkin bisa meledak sampai ke ubun-ubun. Aku mulai membayangakan dan menikmati akan apa yang akan aku lakukan di sana. aku sungguh merekah.

Setelah e-mail itu aku mulai tahu kemana arah jalanku setelah satu tahun ini. Aku mulai meyadari bahwa aku bisa bermimpi, mimpi yang aku tau tidak mudah.

Namun, suatu keajaiban terjadi dalam kehidupan mimpi ku.

Hentakan halilintar meggoncangkan bangunan kecil yang aku bangun untuk mimpiku.

Ketika itu aku mencoba berbagi dengan teman lamaku –sahabat sekaligus kakak-.

Aku begitu semangat bercerita tentang hariku, tentang matahari yang akan terbit di atas kepalaku. Kukatakan kepadanya bahwa aku akan kembali ke Amerika, aku katakan ini adalah mimpi besarku.

Sahabatku merespons dengan sangat santai, aku sedikit ragu akan perkataannya, tapi sudahlah, keraguan itu kututup dengan rasa exiting ku. Aku terus bercerita sampai aku megatakan

“Itu mimpiku”.

Namun sayang, suatu keajaiban melumpuhkan setiap sarafku.

“Kenapa kamu sekarang berorientsi pada UANG”

Kata itu keluar dari mulut seseorang yang telah menjadi partnerku di sepanjang jalan ini. Sontak aku terkagum dengan keajaiban yang ia buat, keajaiban yang aku tidak pernah harapkan.

Kini aku mengerti bahwa terkadang teman pun dapat melumpuhkan setiap angan dan mimpi kita.

Sejenak aku membayangkan hidupku sekarang seperti robot yang diatur seseorang. Namun satu hal yang aku pegang, bahwa mungkin mimpi itu tidak tepat untuk ku, atau mungkin akan mendatang kan malapetaka dalam sisa hidup ku. Dan aku sadar mungkin Tuhan punya rencana yang indah buatku kelak.

Sobat… ketika kita mempunyai mimpi yakin atau tidak yakin kita akan di hadapapkan pada suatu pilihan dan pilihan itu lah yang menjadikan mimpi dan hidup kita terasa berharga.

“Terima kasih buat pelajaran yang telah kau berikan”

Teruntuk my brother, Ed_

1 comment:

eD said...

"the future belongs to those who believe in the beauty of their dreams"

...salam perjuangan!